Selasa, 27 Desember 2011

Perbincangan Dua Malaikat

Goresan Pena Khairul Baraah

            Di suatu malam yang sunyi, saat mata-mata terpejam dan insan-insan tenggelam dalam buaian mimpinya, dua orang malaikat duduk di dekat jendela sembari memandang langit. Sementara seorang gadis di belakang mereka sedang terlelap.
            Dua orang malaikat itu mengambil bukunya masing-masing dalam saku mereka dan mulai membaca. Tak lama berselang, mereka berbincang-bincang.
            “Bagaimana isi bukumu hari ini?” tanya malaikat yang sebelah kiri. Ia mencoba mengintip buku di balik saku temannya.
            “Aku hampir tidak menulis apa-apa hari ini, kecuali beberapa potong kata yang biasa dia lakukan,” jawab malaikat sebelah kanan. Wajahnya tampak lesu. Sementara bibirnya sepucat bulan purnama.
            “Sebaliknya denganku, banyak hal yang kutulis hari ini, aku bahkan tidak menyadari bahwa buku ini hampir penuh,” ujar malaikat kiri dengan lesu pula. Ia kembali membuka lembaran yang telah ditulisnya. Kemudian ia juga tertunduk. Sangat dalam.
            “ Dia lupa bahwa kita ini ada,” kata malaikat sebelah kanan sambil menoleh ke arah gadis yang sedang tertidur.
            “ Betul,” sahut malaikat kiri, menutup lembaran terakhir yang ia catat hari ini.
            Malam semakin larut, dua malaikat itu kemudian duduk bersandar pada dinding kamar. Mereka  tidak merasa mengantuk sama sekali. Lalu, keduanya bertasbih.
@@@
Si gadis bangun dari tidurnya. Sudah pagi, matanya masih mengantuk. Sementara matahari sudah mengintip di balik ufuk. Si gadis kembali menarik selimut. Tak peduli pada kewajiban yang seharusnya segera dilaksanakan.
            Malaikat sebelah kiri mendesah. Dia menulis beberapa kata di bukunya. Sementara malaikat kanan lunglai.
@@@
Hari berlalu, bulan terus beranjak, tahun pun merangkak. Tak ada perubahan pada si gadis. Ia masih tetap sama seperti yang dulu. Dua malaikat disamping juga. Mereka melalui hari-hari mereka seperti biasa. Catatan malaikat kiri terus bertambah, sedang malaikat kanan, tak banyak menulis. Bukunya semakin hari semakin kosong saja.
Suatu hari, saat para malaikat duduk kembali di jendela kamar, sedang si gadis terbenam di awang mimpinya.
“Andai saja si gadis mau berzikir bersama dengan kita sekarang. Pasti akan banyak lembaran bukuku yang akan terisi,” kata malaikat kanan.
“Sudah lama ia lupa akan Tuhannya,” sahut malaikat kiri. Matanya tak henti memandang langit, seakan berharap ia bisa segera kembali ke Arasy. Rindu akan Rabbnya.
“Dia tidak mau berteman dengan kita. Temannya itu adalah syaithan-syaithan,” kata malaikat kanan lagi. Ia juga ikut memandang langit. Sinar matanya mengguratkan kerinduan.
“Tugas kita adalah mencatat. Kita tidak berkuasa untuk menuntun dia ke jalan yang benar. Hanya Tuhan kita dan Tuhannyalah yang berkuasa. Sungguh, aku berharap dia segera mendapat hidayah,” doa malaikat kiri. Matanya tetap tak lepas dari langit.
“Amin”, sahut malaikat kiri. Ia mulai berzikir, menyebut nama Tuhannya dengan khusyu’. Malaikat kanan kemudian juga berperilaku sama.
@@@
Si gadis terbaring lemah di sebuah ranjang rumah sakit. Dia sedang melawan rasa sakitnya. Ia merasa waktu untuk dia kembali telah datang. Tetapi si gadis belum siap. Sementara bayangan kematian menghantuinya. Dalam keadaan setengah sadar ia melihat sesuatu.
Dua malaikat, menjaga dirinya disamping kanan dan kiri.
“Taubatlah wahai anak manusia,” bisik malaikat kanan. Si gadis mendengar sayup-sayup suaranya. Ia takut. Sangat takut. Sebentar lagi aku akan mati, batinnya.
“Kembalilah kepada jalan Tuhanmu,” bisik malaikat kiri. Si gadis semakin takut. "Aku belum siap. Tuhan, beri aku kesempatan. Aku menyesal. Ampuni aku, Yaa Tuhan. Tolong jangan sekarang," raungnya sekuat tenaga.
Seseorang memukul pelan pipinya. Si gadis tersadar. Matanya basah, ia menangis dalam ketidaksadarannya. Lalu melihat sekelilingnya, ini masih dunia. Si gadis lalu menangis sesegukan. "Tuhan, aku masih hidup. Terima kasih atas karuniaMu," doanya. Kemudian ia mengingat kelalaiannya selama ini. Penyesalan yang amat dalam terasa di kalbunya yang gersang. "Tuhan, ampuni aku," lirihnya setiap waktu.
Tuhan Maha Baik. 
Beberapa hari kemudian si gadis sembuh. Ia pulang ke rumah. Memulai hari-harinya yang baru seolah terlahir kembali. Ia menyadari hakikat dirinya sebagai seorang hamba. Dia bertaubat dengan taubat nasuha.
Dua malaikat bergembira. Hari-hari malaikat kanan sibuk mencatat. Sementara malaikat kiri berleha-leha sepanjang hari. Catatan malaikat kiri hanya sedikit saja. Terkadang, catatan itu terhapus oleh amal-amal shalih si gadis.
Hingga waktunya tiba. Kadar umur si gadis telah di penghujung. Dua malaikat kanan dan kiri pamit, Malik Maut menjemputnya, ditemani malaikat rahmat. Sebelum pergi, malaikat kanan menggelar layar lebar di hadapan si gadis. Rekaman amalannya, taubatnya yang diterima dan ampunan yang begitu besar dari Allah. Si gadis tersenyum bersyukur, sakitnya sakaratul maut menjadi lebih ringan rasanya.
Dan kini si gadis telah pergi. Dibawa oleh malaikat maut. Hanya tinggal tubuhnya yang kaku dan alunan ayat suci dari orang terdekat. Dua malaikat pencatat kemudian terbang menuju suatu tempat paling di rindukannya. Arasy dan Surga. Hidup damai dengan zikir yang tiada putus. Subhanallaah, Walhamdulillaah, Walaa ilaaha illallaah, Wallaahu akbar!
The End