Senin, 30 September 2013

Catatan Penghujung September

Mengakhiri September,

Dear My Blog...
Aku belajar banyak hal bulan ini, juga banyak hal ingin kuungkapkan, diantaranya mungkin bisa aku bagi,

"Jangan pernah berharap lebih jika kau tidak memberi lebih"

"Akan sangat menyakitkan jika seseorang memilih berteman denganmu saat ia tak punya teman, lalu saat temannya kembali, kau ditinggalkan"

"Mungkin aku harus lebih selektif, berteman dengan orang yang memang benar-benar tulus ingin berteman denganku"

"Bahwa laki-laki itu menikmati apa yang wanita sajikan (maaf). Jika kau menyajikan pada mereka lekuk tubuhmu, mereka akan menikmatinya, Begitu juga mereka menikmati isi pakaianmu yang transparan. Itu naluri mereka. So, jadilah wanita terhormat, aku dan kamu, yang menyajikan diri hanya bagi yang halal, tidak mengobralnya ke semua orang"

"Sangat susah menghilangkan kebiasaan. Hati-hati, kalau kita sudah terlalu larut dalam kebiasaan, kita akan berpikir untuk membenarkan kebiasaan itu, meskipun kebiasaan itu salah/buruk"

"Aku berharap, seseorang segera datang menyelamatkanku"

"Aku yakin, apa yang aku inginkan akan terwujud, hanya saja, masalah waktu. Aku optimis dan tak berhenti meminta pada Allah Yang Maha Kuasa, Sang Pengabul Segala Doa"

"Dosa dan maksiat akan memudarkan rasa bersyukur. Dosa dan maksiat juga membuatmu dekat dengan keputusasaan terhadap ampunan. Dosa, maksiat dan keputusasaan itu, harus dihindari sedini mungkin dan sampai kapanpun"

"Menjadi mandiri adalah prioritasku sekarang dan membenah hidup juga. Keduanya harus bisa kuwujudkan. Semoga."

Senin, 23 September 2013

Layangan Pekkong (Bag. 2)

Layanganku terbang tinggi, hingga benang jahit yang kupunya sudah terulur semua. Aku puas, layanganku bisa terbang dengan baik, dan ekornya itu lo, membuatku tak ingin menggelas benangnya sampai kapanpun. Akan kubiarkan ia terus terbang meski malam datang menghadang, batinku. 

Sedang asyik-asyiknya, tiba-tiba kudengar sayup-sayup suara ayah memanggil kami berdua. Tangannya melambai-lambai menyuruh kami pulang.

"Pajoh buuuu!" seru Ayah. Itu artinya, makan nasiiiiii!

Selasa, 17 September 2013

Layangan Pekkong Bag. I

Aku sedang mencoba menyatukan dua lidi berukuran sehasta dengan benang jahit, hanya itu yang kupunya. Membuatnya membentuk seperti huruf X. Lalu ujung atasnya kuikat lagi, kutekuk sedikit, kuikat lagi di ujung bawahnya, kemudian sisa benang kuputar pada sisa kaki X yang bawah, kulanjutkan dengan mengikatnya kuat-kuat menuju tangan X di atas, tanpa lupa menekuknya sedikit. Adikku, Asra, hanya menatap apa yang kulakukan sambil sesekali memainkan kerikil di tanah. Terlihat ia berhayal bahwa kerikil itu kesatria baja hitam dan kerikil lainnya monster. "Pruuuush, tichuw, tichuw," semburnya beserta air liur. Untung aku tak kena.

Ayahku belum jua pulang, padahal perutku sudah keroncongan. Ibu tak ada, penataran membuatnya harus tinggal di sana setidaknya sampai sore hari. Bibirku manyun, perutku menjerit lagi. Lapar sekali.

Jumat, 13 September 2013

Pemilik Senja

Kau tahu,
Senja tak hanya milik empunya lara
Yang sesegukan dalam lipatan lututnya
Saat ufuk seakan mata yang sembab

Kau tahu,
Pengumbar cinta, yang sering berlaga di bawah hangat sinarnya
Sembari berkata, sore ini indah seindah kamu
Bahkan senja mengutuk diri karenanya

Lihatlah, dibawah naungan saga biru bersemu jingga
Penyair agung yang menuliskan bait-bait sajaknya
Tumpah ruah, memuja sang mentari yang hendak pergi
Dan malam datang merambat
Lalu, mereka kah pemilik senja?

Bukan,
Bukan, dan bukan

Lalu siapa?

Di sana
Kau bisa menemukannya di tepi laut sore
Mengayuh sampan
Membawa pulang sesuap makanan

Mereka juga di sana,
Berjalan di pematang sawah
Beriringan memegang sabit dan cangkul
Ani-ani dan bulir padi
Wajah lelah

Senja milik mereka
Karena mereka menunggunya penuh harap nan sabar
Untuk segera pulang
Dan beristirahat

Senin, 09 September 2013

Harimau Berhati Lembut (Part 2)

Waktu beranjak. Minggu dan bulan berlalu. Rupanya tinggal berbarengan dengan para marinir itu tak sesulit yang kubayangkan. Mereka ramah, baik, dan sopan. Kami yang di rumahpun jadi akrab dengan mereka meski awalnya agak takut. Mereka pun rajin berbaur dengan masyarakat sekitar, bahkan ada yang membantu turun ke sawah. Mereka juga membantu ayahku menanam pohon kelapa. Ternyata, mereka taklah seram-seram amat. Mereka semua muslim, kecuali satu orang, aku sudah lupa namanya. Dia orang yang tinggal sendiri di pos ketika shalat jum'at sedang berlangsung. Aku tidak ingat lagi wajahnya. Lagipun, ia jarang berbaur dengan kami.

Harimau Berhati Lembut (Part 1)

Dear muslimah,

Aku mau balik ke awal tahun 2003, saat aku masih kelas 4. Itu adalah saat-saat ketika darurat militer sedang berlaku di Aceh. Ya, ketika itu konflik antara GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dengan RI (Republik Indonesia) sedang dalam masa panas-panasnya. Sehingga pemerintah akhirnya memutuskan untuk mendirikan pos TNI tambahan di beberapa daerah yang dianggap rawan akan keberadaan pasukan GAM. Nah, daerah tempatku tinggal termasuk salah satu dari daerah rawan tersebut. Dan akhirnya, berdirilah sebuah pos TNI AL (Marinir) lengkap dengan tiga tank besar di kampungku. Lebih tepatnya, di rumahku, maksudku, di depan rumahku dan mereka juga memakai sebagian ruangan rumahku. Baiklah, kita mulai dari awal.