Rabu, 24 September 2014

Tantangan Seorang Guru

Menjadi seorang guru butuh banyaaaaak sekali kesabaran. Ya, pekerjaan mendidik tak bisa disebut mudah mudah saja. Dibalik mentransfer ilmu, seorang guru harus bisa mengubah mindset siswa dan sikap mereka ke arah yang lebih baik. Nah, berbicara soal mindset, sejumlah siswanya, sejumlah itulah jenis mindset yang harus diubah. Artinya, jika ada 100 siswa yang ia didik, berarti ada 100 pola pikir yang harus ia pertimbangkan. 100 pola pikir yang harus ia kembangkan, dengan menganalisa 100 cara belajar mereka. Huft sekali, bukan?

Secara teoritis, memang seperti itu. Tetapi, secara praktik, mengajarkan siswa untuk mengubah pola pikir sebenarnya cukup mudah. Ingat, anak itu mudah sekali meniru. Setiap gerak gerik seorang guru, mereka pasti menangkapnya, dan mengingatnya dalam-dalam. Oleh karena itu, pengubahan sikap siswa harus dimulai oleh pengubahan sikap guru. Sikap yang baik dari seorang guru akan memicu sikap yang baik dari seorang siswa. Percaya? Ini dinamakan dengan teknik keteladanan.

Dunia ini penuh dengan hal-hal yang mengejutkan. Terkadang teori keteladanan saja tidak cukup untuk mematahkan ego siswa. Ada cara lain, saya beri nama personal solve problem. Ketika seorang anak bersalah, jangan tegur ia di depan temannya. Itu akan membuat ia merasa kita telah membunuh karakternya. Dekati dan berikan sedikit privasi. Misal, dengan memanggilnya ke suatu tempat, lalu berikan konsultasi ringan. Kita harus bisa mengambil sesuatu yang paling berharga dari diri mereka, yaitu hati mereka. Dengan begitu, mereka sadar sendiri, ini hal yang keliru, dan mereka akan berpikir, sikap seperti itu terlalu keterlaluan untuk dilakukan, apalagi terhadap guru yang begitu baik.

Terlepas dari segalanya, realita yang terjadi di lapangan proses didik mendidik bisa jadi tidak seperti dugaan kita. Bisa jadi lebih stabil, bisa jadi lebih parah. Suatu kewajaran jika siswa bersikap seperti itu, mereka belum dewasa, masih belajar untuk memahami dan objektif terhadap sesuatu, fan seringkali mereka gagal memahaminya. Ketika demikian, amarah, jengkel, bosan, dan acuh muncul. Disaat itulah sikap guru harus sebijaksana mungkin dalam mendidik mereka.

Minggu, 21 September 2014

Sapa pagi

Assalamualaikum sahabat blogger. Apa kabar? Semoga semuanya baik-baik saja. Aaamiiin...

Alhamdulillah, begitu banyak nikmat yang Allah berikan untuk saya akhir-akhir ini, di balik semua cobaan yang menimpa. Itulah hikmah, hikmah yang Allah sisipkan di belakang semua kejadian yang terjadi. Kita harus percaya akan adanya hikmah ini. Menurut saya, percaya akan hikmah juga merupakan bagian dari sikap tawakkal.

Ada beberapa hal lain yang ingin saya share di sini. Anggap saja postingan kali ini adalah gado-gado special karena isinya itu bercampur aduk segala hal.

Pertama, beberapa waktu yang lalu, saya ditinggal ibu dan kakak perempuan saya di rumah untuk menjenguk abang saya yang lagi sakit. Tinggallah saya sendiri yang perempuan, menggantikan seluruh aktifitas rumah tangga yang biasa dilakukan ibu. Mulai dari masak, beres-beres, nyuci hingga belanja. Semua itu saya lakukan sendiri. Dua adik laki-laki dan seorang ayah yang mulia menjadi tanggung jawab saya untuk saya urus. hihi, satu dua hari, semuanya terasa gampang dan mudah. Hari ketiga dst hingga mencapai satu minggu penuh, saya merasakan kelelahan dan tepar luar biasa. Haih, padahal cuman seminggu doang capeknya jadi irt terasa banget. Kebayang kan, capeknya seorang ibu yang melakoni semua pekerjaan itu selama bertahun-tahun, oh tidak, berpuluh-puluh tahun. Intinya apa? Pengorbanan seorang ibu itu sangat besar. Sangat pantas sekali jika surga dan keridhaan Allah berada pada keridhaannya. I love you ibu. Semoga Allah memberkatimu selalu.....