Sabtu, 05 Maret 2022

Aneka Bumbu Rujak Khas Aceh

Assalamualaikum, hallo semua... Lama sekali tidak berjumpa... Hari ini sebagai pembukaan setelah vakum selama beberapa dekade (haha), saya mau share ke teman-teman aneka bumbu rujak khas Aceh. Dan mungkin juga terdapat di daerah lainnya.

Berbagai bumbu rujak ini sudah pernah saya coba dan walaupun beda-beda, rasanya sama-sama unik dan bikin nagih.

1. Bumbu Rujak Pliek U

Bumbu rujak pliek u berbahan dasar pliek u, yaitu ampas dari hasil fermentasi kelapa yang telah diperas kandungan minyaknya. Aromanya khas dengan sedikit tengik. Tetapi jika diolah dengan benar dan pas saat musim panas, hasil pliek u menjadi harum khas.

Bumbu rujak pliek u cocok dicocol dengan buah-buah tertentu yang rasanya kecut atau kelat, seperti sawo tua mengkal, salak, jambu biji atau jambu kristal, atau jemblang, bisa juga jadi teman lalapan daun-daunan pahit seperti daun pepaya muda. 

Dulu semasa saya kecil sering sekali makan rujak sawo mengkal dengan bumbu pliek u. 

Dan ini dia resep bumbu rujak pliek u yang bisa dibuat sendiri di rumah :

1 ons pliek u
secukupnya cabe rawit (sesuai selera)
setengah sdt garam
setengah 1 sendok teh gula (bisa diskip kalau tidak suka manis)

semua bahan dicampur, cabenya diulek atau dicincang sesuai selera. Bumbu rujak pliek u siap di nikmati dg buah pilihan anda.


2. Bumbu Rujak Jeruk Nipis

Bumbu rujak jeruk nipis bisa dinikmati dengan buah2 kelat atau pahit. Sensasi asam dari jeruk nipis cocok sekali dipadukan dengan kelatnya buah. Jeruk nipis bisa juga diganti dengan jeruk limau jika ada. Buah yang biasa dipadu dengan bumbu jeruk nipis adalah sawo mengkal, pisang awak mengkal, bisa juga batok kelapa muda yang masih lunak. 

Berikut cara menyajikan rujak dengan bumbu jeruk nipis:

Sediakan sawo mengkal/pisang mengkal/batok kelapa lunak. Rajang2 sesuai selera.

Kupas jeruk nipis kemudian potong-potong isinya. Masukkan dalam wadah yang sama dengan buah yang sudah dirajang. 

Beri gula, garam dan cabai rawit sesuai selera. Lalu remas-remas hingga rata. 

Siap dimakan. 

3. Bumbu Rujak Asam Sunti

Rujak asam sunti cocok dipadukan dengan pepaya mengkal atau salak. Bahannya hanya asam sunti, gula merah, garam, dan cabe rawit. Semua bahan diulek hingga halus. Cabenya boleh agak-agak kasar. Trus dicampur dg buah yg sudah dirajang kasar. Dijamin teringat- ingat selalu dengan sensasi rasanya. 


Selasa, 21 Juli 2020

Hanin, Putriku Sayang

Pernah kucerita suatu waktu, tentang keguguranku di kehamilan pertama. http://baraahpoeblog.blogspot.com/2019/02/aku-menikah.html

Kesedihanku karena keguguran kala itu membuatku ingin cepat-cepat hamil lagi. Maka setelah suci dua kali, aku dan suami membuat promil dan syukur Alhamdulillah, berhasil pada bulan selanjutnya. April 2019, aku hamil lagi. Berkaca dari kehamilan yang pertama, aku tidak mau gegabah lagi. Sebisa mungkin kujaga janinku. Tapi kehamilan kedua ini, ada banyak sekali cobaan.

Pertama, aku mengalami "mabuk hamil" sepanjang waktu. Tidak tentu waktu. Pagi, siang, sore, malam juga. Perasaanku seperti berada dalam mobil, selalu berayun-ayun, mual, dan lemas. Perasaan yang tak pernah kurasakan sebelumnya selemas itu.

Kedua, dalam keadaan masih mabuk hamil muda, Mak jatuh sakit. Aku stres. Kondisiku lemas dan tak bisa maksimal mengurusnya. Sungguh, waktu itu sempat kumenyalahi diri sendiri mengapa hamil di saat yang tidak tepat. Mak dirawat di RS dan aku hanya terbaring di rumah.

Ketiga, saatku mengetahui penempatanku sebagai CPNS baru jauh dari rumah. Maksudku, itu memang tidak terlalu jauh, hanya 1,5 jam perjalanan dari kampungku. Tapi, sama saja, keadaanku yang sedang hamil menuntut untuk pindah domisili. Ditambah lagi bayangan meninggalkan Mak yang sakit, stresku bertambah. Malam kutahu penempatanku itu, aku muntah berkali-kali.

Keempat, saat usia kehamilanku mencapai 6 bulan, Mak meninggal dunia. Inilah yang paling membuatku down. Syukur suami selalu mendampingi. Banyak cerita, banyak sekali cerita menjelang Mak berpulang. Aku minta maaf belum bisa menceritakan di sini. Biar menjadi kenanganku saja. Sebab, bercerita tentangnya membuatku sedih, seolah membasuh kembali luka yang telah kering. Pedih.

Baik, cerita seterusnya tentang kehamilanku. Selama hamil, makanku tak pernah seenak dulu, dan tak sebanyak dulu. Rasa makanan hambar dan bau lauk menyengat sekali. Ini membuatku tidak nyaman sebab aku orangnya gembul, hehe. Dulu makan selalu dua piring, sekarang setengah piring pun susah masuknya. Baru ketika mendekati persalinan, makan mulai lahap dan indra perasa kembali normal.

Oktober hingga Desember 2019 adalah bulan bersejarah, sebab itu bulan dan minggu-minggu terakhir menjelang persalinan, dan sering diwarnai tangis. Dokter memvonis ketubanku kurang saat usia kehamilan 8 bulan, lalu bayiku divonis salah posisi dan tidak bisa melahirkan normal. Aku shock, sebab sebelum periksa ke dokter, aku beberapa kali datang dan konsul ke bidan dan mereka mengatakan bahwa semua baik-baik saja, hanya bayinya yang kurang BB dan perlu banyak makan.

Aku berusaha banyak minum, minum air putih dan kelapa muda setiap hari. Lalu makan sebisaku dan sesanggupku untuk menambah BB bayi. Syukur air ketuban dan BB bayi akhirnya normal. Tapi, "Posisi bayi belum benar, persalinan nanti akan beresiko jika dipaksakan normal, sebab ini persalinan pertama dimana jalan lahirnya belum terbuka,"kata dokter terakhir kali. Dua minggu menjelang HPL aku disarankan segera masuk UGD untuk di SC. Pulang-pulang dari RS hari itu, aku murung seharian dan menangis sesegukan. Hati kecilku ingin melahirkan normal, tidak ingin di SC, aku sedih jika harus SC, tetapi boleh juga jika memang harus. Tapi sebenarnya aku ingin meresapi dan merasakan apa yang almarhumah Mak rasa ketika melahirkanku. (Oh Rabbi, aku baru menyadari pernah menginginkan ini, dan aku merasa ini terkabul, semua pedih seorang Ibu, mulai dari mengandung, melahirkan, dan menyusui, aku telah merasakannya). Maasyaa Allaah.

Bersambung...





Minggu, 03 Maret 2019

Dia, Suamiku

Maasyaa Allaah... Alhamdulillaah...
Dua kalimah yang tak henti2 terucap saat disahkannya lafaz qabul yang beliau ucapkan. Hatiku tenang hari itu, setenang cuaca cerah di luar masjid Al-Huda tempat kami menikah. Doaku terkabul sudah. Menikah. Dengannya.

Mari kucerita sedikit tentangnya. Sosok laki-laki yang memiliki tekad menghalalkanku, meski ia tahu ia masih kekurangan. Percayalah, sebenarnya beliau jauh dari kriteria yang kutuliskan di buku-buku diari. Tapi tekadnya meluluhkan semua kriteria itu. Ada yang serius ingin menghalalkanku, datang dengan kesederhanaan, tidak menawarkan apa-apa, bekal tekad dan restu orang tua. Aku melihatnya sebagai orang baik, dan hati mengangguk terhadapnya, kupikir, mungkin ini jodoh. Dan alhamdulillah, ternyata benaran jodoh. 

Di hari pertama kali kami berjumpa. Aku memutuskan menerimanya. Dan mulailah kupanjatkan doa baru, semoga ia adalah jodohku. 

Selanjutnya beliau ke rumah, menjumpai orang tuaku. Mengutarakan niatnya, tetapi tak bisa menikah dengan segera. Beliau perlu cari ma'isyah yang lebih untuk bekal berkeluarga. Yaa, aku paham. Aku memilih bersabar. Tapi doaku semakin kugencarkan. Rabbi, sesungguhnya ku tak tahu apa-apa, sedang Engkau Maha Tahu, maka, jika memang beliau yang terbaik untukku, jodohkanlah, namun jika beliau bukan jodohku, pisahkan kami baik-baik, dengan cara yang ma'ruf, sebagaimana Engkau pertemukan kami dengan cara yang ma'ruf.

Hari berlalu, dan proses berlanjut. 26 Agustus 2018, beliau resmi melamar. Kemudian kami menikah pada 15 November, 3 bulan stelah proses lamaran. 

Maasyaa Allaah... Penantian yang luar biasa yang seorang lebay-er sepertiku. Bagaimana malam-malamku sebak menahan rindu tapi hanya mampu menutup mata dan berdoa. Yaa Allah, yang terbaik untukku dan untuknya. 

Bagiku, beliau seutuhnya takdir Tuhan. Bukan pilihanku. Aku tak mau mengakuinya, kapanpun itu bahwa ia pilihanku. Sebab kusadar bahwa aku manusia, pilihan manusia bisa salah, sementara takdir Tuhan tak pernah salah dan tak bisa disalahkan. Maka yang kulihat satu-satunya setelah menikah dengannya adalah, takdir. Bukan kelebihan, ataupun kekurangan. 

Suami, gelar mulia itu akhirnya Allah izinkanku semat padanya. Laki-laki itu. Yang tak pernah kukenal sebelumnya, tak pernah kulihat, kudengar, orang asing, tapi tiba2 menjadi orang yang paling dekat, hingga surgaku telah berpindah padanya. 

Tak henti-hentinya kudoa, semoga takdirku bersamanya hingga syurga, menjadi suami-istri yang bahu membahu dalam kebaikan, selalu Allah hidayahi dengan nur hidayahnya, dan semoga Allah hadiahkan kami anak-anak yang shalih/ah penyejuk mata. Aaamiiin allahumma aaamiiin. 
Mohon aminkan yaa pembacaku... 





Kamis, 14 Februari 2019

Aku Menikah

Assalamualaikum sahabat blogku... Sudah sekian lama tidak posting sesuatu di sini. Banyak kesibukan dan tak menemukan waktu yang tepat alasan paling mendukung, tapi jika boleh jujur, sebenarnya banyak waktu tapi didera kemalasan. Ops! Hehe, biarlah kalian tahu, karena kutahu kalian tak akan meninggalkanku meskipus kalian tahu aku pemalas, kan? (Kok jadi terlalu banyak tahu? :D)

Banyak hal yang ingin kusampaikan kali ini. Sekaligus aku mau launching objek tulisan baru untuk merefresh blog yang sudah nampak kusam ini. Yuuk, apaan itu?

First, aku sudah menikah. Alhamdulillaah. Allah ijinkan aku menjadi seorang istri untuk seorang pemuda bernama Muhammad Ali Akbar. Abang Akbar, aku memanggilnya begitu. Aku menikah 3 bulan yang lalu, 15 November 2018. Sebelum itu sebenarnya ada banyak proses yang kulalui untuk menuju pernikahan. Mulai dari taaruf, jumpa orang tua, lamaran, hingga akhirnya menikah. Tapi aku ga pernah cerita yaa di blog ini, ya? Sengaja kok. Supaya tidak terlalu heboh dan berharap, jadinya diam-diam saja sambil terus berdoa pernikahan ini menjadi kenyataan. Dan akhirnya, Alhamdulillah, telah genap sesuatu yang ganjil dariku, telah purna masa penantian itu, dan kini aku sudah tidak jomblo lagi. Wkwkwkwk... Alhamdulillah tsumma alhamdulillaah...

Lain kali aku akan cerita deh siapa suamiku, dan bagaimana kami bertemu. Insyaa Allaah. Nantikan yaa.

Second... Setelah genap usia pernikahanku 2 bulan, aku lulus tes CPNS di lingkungan Kementerian Agama, formasi guru Bahasa Arab. Maasyaa Allaah. Rahmat dari Allah yang sungguh tak bisa kuukir dengan kata-kata. Sungguh semuanya karena rahmat Allah, tiada daya dan upaya dariku, jika memandang banyaknya orang yang ikut tes untuk formasi yang sama hari itu, sungguh mustahil rasanya untuk lulus. Tapi biiznillah, tahap demi tahap ada namaku di sana. Hingga akhirnya dinyatakan lulus. Maasyaa Allah... Maasyaa Allaah... Maaasyaa Allaah...

Teringat sekali hari itu, saat kukabarkan Ayah mengenai kelulusanku, beliau memelukku erat. Kemudian berbisik di telinga, "Syukurmu harus banyak, nak. Allah berikanmu 2 nikmat besar dalam masa yang hampir bersamaan, jodoh dan pekerjaan. Syukurmu harus banyak. Syukurmu harus banyak," kata Ayah berkali-kali.

Yaa Rabb, kalau dibandingkan dengan kesyukuranku yang masih amat sangat sedikit, rasanya aku kurang pantas. Tapi insyaa Allaaah, akan kutambah lagj hingga semakin banyak dan semakin besar. Yaa Rabb, bantu hamba bersyukur kepadaMu... Aaamiiin...

Third... Menjelang genap 3 bulan pernikahan, aku kembali diberikan rahmat oleh Allah. Aku hamil. Tetapi kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Kala janinku berusia 2 minggu, aku keguguran. Innalillaah. Masih teringatt bagaimana perihnya saat ia jatuh, dan segera meleleh air mataku mengetahui benar bahwa itu adalah bentuk 'alaqah dari calon bayiku. Subhanallaah...  Berat sekali saat2 pertama kali memgetahui hal itu. Saat tahu bahwa aku hamil, aku kira aku kuat, ternyata aku sangat lemah, maka aku tak bisa mempertahankannya. Rabbiii, tapi kuberusaha buang jauh2 pikiran seperti itu. Jika janinku gugur, berarti sudah Allah takdirkan iya gugur, kuat atau lemahnya diriku tak berpengaruh. Dan jika Allah takdirkan ia bertahan, tentu Allah kan biarkan 'alaqah itu tetap menempel, hingga menjadi mudhgah, dan jadi bayi sempurna. Ini adalah cobaan untukku dan suami. Ini juga bermakna bahwa aku harus lebih banyak belajar dan tidak mengannggap sepele suatu hal, seperti misalnya, jangan sok kuat, sementara ada yang sedang bergantung pada kita. Ada saatnya kita minta bantuan orang lain, tidak semua hal kita lakukan sendiri. Karena kelelahan itu akhirnya memudharatkan tidak hanya satu nyawa, tapi dua.

Sekian ceritaku. Aku harus segera ke kamar kecil. Lain kali kita sambung lagi yaa... 😊😊

Sabtu, 11 Agustus 2018

Harap-harap Cemas

Ketika kamu punya keinginan, harapan, doa dan permintaan, selalu ingatlah dua hal, bila semua itu terkabul, dan bila semua itu tidak. Selalu persiapkan diri untuk dua kemungkinan itu. Haraplah dengan cemas, karena kita tidak tahu, mana yang baik bagi diri kita di antara dua pilihan itu. 

Jika terkabul, persiapkan diri untuk bersyukur, tetap rendah hati dan tawadhu. Jika tidak terkabul, persiapkan diri untuk tidak putus asa, husnuzhan (berbaik sangka), dan sabar. 

Bisa jadi, sesuatu yang kita sukai tidak baik bagi kita, dan bisa jadi sesuatu yang kita tidak sukai justru baik bagi kita. 


Berharaplah dengan harap-harap cemas, karena di balik semua rencana kita, ada Allah Yang Maha Merencanakan.

Dan optimislah dengan dalil mustahil bagi Allah mendhalimi hambaNya. 

Semoga Allah sampaikan kita kepada bahagia itu, dengan ridhaNya... Aaaamiiin


Selasa, 08 Mei 2018

Bekas Luka Istri

Selama ini aku mengenal istriku sebagai seorang putri raja yang manja. Tetapi aku terkejut ketika suatu hari aku mendapati bekas luka di ujung tangan kanannya. Pasti ada peristiwa besar di baliknya.

"Ini bekas luka apa, dek?" tanyaku pelan.
"Oh, ini dulu waktu kecil sering bantuin kakek di kampung membelah pinang. Yah, saking semangat waktu itu terbelah pula tangan adek, bang." jawab istriku polos.

Kuperhatikan luka itu sekali lagi, kelihatan agak samar memang. Kalau dari jauh tidak kelihatan. Ketika mataku bekerja maksimal, fokus memperhatikan tangannya, ketemu pula bekas luka yang lain. Di bagian bawah ibu jari.

"Kalau yang ini bekas luka apa? Bulat lebar begini?" tanyaku lagi.

"Ini bekas kena setrika, abang. Dulu, waktu pertama kali nyetrika." jawab istriku. Nada polos lagi.

"Oo, saking semangatnya juga?" tanyaku lagi.

"Hehe. Bukan. Ini pas nyoba tes setrikanya udah panas atau belum." istriku nyengir. Aku terbahak.

"Ada pula tes setrika udah panas di tes gosok di tangan," kataku. Terbahak lagi. Istriku nyengir lebar, lebih lebar dari tadi. "Namanya juga lagi belajar," gumamnya.

Tiba-tiba terlihat lagi satu bekas luka di pergelangan tangan. Pas bersilangan dengan urat nadi. Aku memicingkan mata, ini bekas luka yang aneh. Aku mengosok-gosok ibu jariku di bekas luka itu untuk memastikan bekas lukanya nyata. Istriku menarik tangannya.

"Aih abang ni, apa pula digosok-gosok keras kayak gitu,"seru istriku manyun.

"Bukan bekas luka percobaan bunuh diri kan, dek?" tanyaku. Raut mukaku kubuat seserius mungkin.

"Ya bukan lah bang. Adek masih waras." hmmm... Istriku mulai terpancing. Polosnya berganti jadi sangar.

"Jadi apa juga?" aku penasaran betul.

"Ini bekas luka waktu adek loncat pagar pas bolos sekolah SMP dulu. Kena kawat pagarnya di tangan adek."

Aku terdiam. Hening.

"Gini2, adek dulu berandalan. Tapi semenjak SMA adek tobat. Jadilah anggun macam ini. Abang terkejut, kan? Awas kalau abang ilfil. Naluri keberandalan itu masih ada bang."

Aku terpaku. Istriku yang polos, kepolosannya mulai menghilang. Aku tersenyum. Kuelus lembut kepala istriku. Tak apa. Aku mencintainya apa adanya. Sekaligus masa lalunya juga. Tapi ada satu kenyataan yang benar-benar baru kusadari.

Ternyata, kami dulu sama-sama berandal.

Tamat

Jumat, 13 April 2018

Berhenti Bermimpi

Naluri dewasa menyudutkan satu pandanganku tentang bermimpi. Kau tahu apa yang naluri dewasaku katakan saat pikiranku menerawang dan mengiginkan sesuai yang "high level"? Naluri dewasaku mengatakan, "Berhenti! Duniamu sudah berbeda. Orang dewasa tidak lagi memikirkan hal-hal yang mustahil. Mereka memikirkan hal yang realistis dan dapat diwujudkan," nadanya pun membentak.

Kadangkala aku tak bisa berhenti. Maka selanjutnya ada semacam pepatah yang membuat bangunan mimpiku rubuh. Dan pepatah itu berupa mortir yang tersusun dari bahasa Aceh. "Bek cet langet!"

Yasudahlah. Pada akhirnya aku berhenti bermimpi.

Untuk beberapa waktu, aku baik-baik saja tanpa mimpi. Tapi, lama-lama, pikiranku menjadi layu. Bosan dan pesimis datang menyergapi. Susah melawannya tanpa bermimpi.

Pada akhirnya aku menyerah. Walaupun naluri dewasa memberontak dan terus mengkritik, aku kembali membangun istana mimpi yang sempat kutinggalkan. Kutemukan bangunannya lusuh dan isinya sudah ketinggalan zaman. Baik, istana ini harus kupermak kembali. Upgrade mimpi. Istilahnya begitulah.

Baik, selamat datang kembali di dunia mimpi. Semoga betah, dan berhasil mewujudkannya. 😊😊