Selasa, 21 Juli 2020

Hanin, Putriku Sayang

Pernah kucerita suatu waktu, tentang keguguranku di kehamilan pertama. http://baraahpoeblog.blogspot.com/2019/02/aku-menikah.html

Kesedihanku karena keguguran kala itu membuatku ingin cepat-cepat hamil lagi. Maka setelah suci dua kali, aku dan suami membuat promil dan syukur Alhamdulillah, berhasil pada bulan selanjutnya. April 2019, aku hamil lagi. Berkaca dari kehamilan yang pertama, aku tidak mau gegabah lagi. Sebisa mungkin kujaga janinku. Tapi kehamilan kedua ini, ada banyak sekali cobaan.

Pertama, aku mengalami "mabuk hamil" sepanjang waktu. Tidak tentu waktu. Pagi, siang, sore, malam juga. Perasaanku seperti berada dalam mobil, selalu berayun-ayun, mual, dan lemas. Perasaan yang tak pernah kurasakan sebelumnya selemas itu.

Kedua, dalam keadaan masih mabuk hamil muda, Mak jatuh sakit. Aku stres. Kondisiku lemas dan tak bisa maksimal mengurusnya. Sungguh, waktu itu sempat kumenyalahi diri sendiri mengapa hamil di saat yang tidak tepat. Mak dirawat di RS dan aku hanya terbaring di rumah.

Ketiga, saatku mengetahui penempatanku sebagai CPNS baru jauh dari rumah. Maksudku, itu memang tidak terlalu jauh, hanya 1,5 jam perjalanan dari kampungku. Tapi, sama saja, keadaanku yang sedang hamil menuntut untuk pindah domisili. Ditambah lagi bayangan meninggalkan Mak yang sakit, stresku bertambah. Malam kutahu penempatanku itu, aku muntah berkali-kali.

Keempat, saat usia kehamilanku mencapai 6 bulan, Mak meninggal dunia. Inilah yang paling membuatku down. Syukur suami selalu mendampingi. Banyak cerita, banyak sekali cerita menjelang Mak berpulang. Aku minta maaf belum bisa menceritakan di sini. Biar menjadi kenanganku saja. Sebab, bercerita tentangnya membuatku sedih, seolah membasuh kembali luka yang telah kering. Pedih.

Baik, cerita seterusnya tentang kehamilanku. Selama hamil, makanku tak pernah seenak dulu, dan tak sebanyak dulu. Rasa makanan hambar dan bau lauk menyengat sekali. Ini membuatku tidak nyaman sebab aku orangnya gembul, hehe. Dulu makan selalu dua piring, sekarang setengah piring pun susah masuknya. Baru ketika mendekati persalinan, makan mulai lahap dan indra perasa kembali normal.

Oktober hingga Desember 2019 adalah bulan bersejarah, sebab itu bulan dan minggu-minggu terakhir menjelang persalinan, dan sering diwarnai tangis. Dokter memvonis ketubanku kurang saat usia kehamilan 8 bulan, lalu bayiku divonis salah posisi dan tidak bisa melahirkan normal. Aku shock, sebab sebelum periksa ke dokter, aku beberapa kali datang dan konsul ke bidan dan mereka mengatakan bahwa semua baik-baik saja, hanya bayinya yang kurang BB dan perlu banyak makan.

Aku berusaha banyak minum, minum air putih dan kelapa muda setiap hari. Lalu makan sebisaku dan sesanggupku untuk menambah BB bayi. Syukur air ketuban dan BB bayi akhirnya normal. Tapi, "Posisi bayi belum benar, persalinan nanti akan beresiko jika dipaksakan normal, sebab ini persalinan pertama dimana jalan lahirnya belum terbuka,"kata dokter terakhir kali. Dua minggu menjelang HPL aku disarankan segera masuk UGD untuk di SC. Pulang-pulang dari RS hari itu, aku murung seharian dan menangis sesegukan. Hati kecilku ingin melahirkan normal, tidak ingin di SC, aku sedih jika harus SC, tetapi boleh juga jika memang harus. Tapi sebenarnya aku ingin meresapi dan merasakan apa yang almarhumah Mak rasa ketika melahirkanku. (Oh Rabbi, aku baru menyadari pernah menginginkan ini, dan aku merasa ini terkabul, semua pedih seorang Ibu, mulai dari mengandung, melahirkan, dan menyusui, aku telah merasakannya). Maasyaa Allaah.

Bersambung...