Rabu, 28 Maret 2018

Salah dan Benar

Bagi saya, setiap orang itu ingin dianggap benar, tak ingin dianggap salah. Jika pun ia salah atau bersalah, sebabnya ada 2, ketidaksengajaan (di luar kesadaran), atau pilihan. Dan untuk memastikan mana yang benar dari 2 sebab ini, perlu adanya tabayyun. Etikanya, tidak boleh berbicara sebelum nyata apakah kesalahannya karena ketidaksengajaan atau memang pilihan si pelaku. Introgasi dulu, jika sudah jelas, berikan solusi atas kesalahannya. Jangan hanya bilang, kamu salah! Trus? Ya, kamu salah. Jika demikian, apa manfaatnya untuk yang berbuat salah, dan  yang untuk yang menghujat salahnya? Tak ada, bukan?

Kenapa saya berkata demikian?

Karena saya juga berbuat salah. Tetapi saya tak mau dihujat karena saya salah. Yang saya inginkan, saya diluruskan. Karena memang saya yakin bahwa kesalahan saya itu karena ketidaksengajaan.

Kita manusia, ya? Bukan nabi, bukan malaikat. Ya wajarlah, salah. Ya, tapi tak juga berlarut2 dalam kesalahan. Jika sudah tau ada yang salah, perbaiki hal yang salah itu, bukan buang pelaku salahnya. Ada kadar dan had tertentu bagi orang tersebut, biarkan ia menjalaninya dengan rela, bukan dengan amarah hingga sampai mendendam karena hujatan.

Bila seseorang sudah terlalu merasa benar, bisa jadi ia lupa untuk memperbaiki yang salah karena sibuk dengan kebenaran dirinya.

Jadilah solusi terhadap orang yang salah, bukan hanya pengkritik. Kritik tak dapat membangun jika tidak dibarengi solusi. Maka, untuk apa menghujat jika kita tak dapat mengubah?

Berpikirlah. Dunia ini sempit. Kita tidak dapat hidup dengan sikap "menghujat". Selamanya itu membuat hidup kita juga terasa sempit. Maka ikut andil lah dalam gerakan perbaikan nan solutif, hindari gerakan kritis yang cenderung destruktif, karena itu tidak bermanfaat sama sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Orang bijak tinggalkan jejak :)

Masukan dan kritikan yang baik dan membangun sangat ana harapkan dari Anda. Silakan di koment ^_^