Goresan Pena Khairul Baraah
Di
suatu malam yang sunyi, saat mata-mata terpejam dan insan-insan tenggelam dalam
buaian mimpinya, dua orang malaikat duduk di dekat jendela sembari memandang
langit. Sementara seorang gadis di belakang mereka sedang terlelap.
Dua
orang malaikat itu mengambil bukunya masing-masing dalam saku mereka dan mulai
membaca. Tak lama berselang, mereka berbincang-bincang.
“Bagaimana
isi bukumu hari ini?” tanya malaikat yang sebelah kiri. Ia mencoba mengintip
buku di balik saku temannya.
“Aku
hampir tidak menulis apa-apa hari ini, kecuali beberapa potong kata yang biasa
dia lakukan,” jawab malaikat sebelah kanan. Wajahnya tampak lesu. Sementara
bibirnya sepucat bulan purnama.
“Sebaliknya
denganku, banyak hal yang kutulis hari ini, aku bahkan tidak menyadari bahwa
buku ini hampir penuh,” ujar malaikat kiri dengan lesu pula. Ia kembali membuka
lembaran yang telah ditulisnya. Kemudian ia juga tertunduk. Sangat dalam.
“ Dia
lupa bahwa kita ini ada,” kata malaikat sebelah kanan sambil menoleh ke arah gadis yang sedang
tertidur.
“
Betul,” sahut malaikat kiri, menutup lembaran terakhir yang ia catat hari ini.
Malam
semakin larut, dua malaikat itu kemudian duduk bersandar pada dinding kamar.
Mereka tidak merasa mengantuk sama
sekali. Lalu, keduanya bertasbih.
@@@
Si gadis bangun dari
tidurnya. Sudah pagi, matanya masih mengantuk. Sementara matahari sudah
mengintip di balik ufuk. Si gadis kembali menarik selimut. Tak peduli pada
kewajiban yang seharusnya segera dilaksanakan.
Malaikat
sebelah kiri mendesah. Dia menulis beberapa kata di bukunya. Sementara malaikat
kanan lunglai.
@@@
Hari berlalu, bulan terus
beranjak, tahun pun merangkak. Tak ada perubahan pada si gadis. Ia masih tetap
sama seperti yang dulu. Dua malaikat disamping juga. Mereka melalui hari-hari
mereka seperti biasa. Catatan malaikat kiri terus bertambah, sedang malaikat
kanan, tak banyak menulis. Bukunya semakin hari semakin kosong saja.
Suatu hari, saat para
malaikat duduk kembali di jendela kamar, sedang si gadis terbenam di awang
mimpinya.
“Andai saja si gadis mau
berzikir bersama dengan kita sekarang. Pasti akan banyak lembaran bukuku yang
akan terisi,” kata malaikat kanan.
“Sudah lama ia lupa akan
Tuhannya,” sahut malaikat kiri. Matanya tak henti memandang langit, seakan
berharap ia bisa segera kembali ke Arasy. Rindu akan Rabbnya.
“Dia tidak mau berteman
dengan kita. Temannya itu adalah syaithan-syaithan,” kata malaikat kanan lagi.
Ia juga ikut memandang langit. Sinar matanya mengguratkan kerinduan.
“Tugas kita adalah
mencatat. Kita tidak berkuasa untuk menuntun dia ke jalan yang benar. Hanya
Tuhan kita dan Tuhannyalah yang berkuasa. Sungguh, aku berharap dia segera
mendapat hidayah,” doa malaikat kiri. Matanya tetap tak lepas dari langit.
“Amin”, sahut malaikat
kiri. Ia mulai berzikir, menyebut nama Tuhannya dengan khusyu’. Malaikat kanan kemudian juga berperilaku sama.
@@@
Si gadis terbaring lemah
di sebuah ranjang rumah sakit. Dia sedang melawan rasa sakitnya. Ia merasa waktu untuk dia kembali telah datang. Tetapi si gadis belum siap. Sementara bayangan kematian menghantuinya. Dalam keadaan setengah sadar ia melihat sesuatu.
Dua malaikat, menjaga
dirinya disamping kanan dan kiri.
“Taubatlah wahai anak
manusia,” bisik malaikat kanan. Si gadis mendengar sayup-sayup suaranya. Ia
takut. Sangat takut. Sebentar lagi aku akan mati, batinnya.
“Kembalilah kepada jalan Tuhanmu,” bisik malaikat kiri. Si gadis semakin
takut. "Aku belum siap. Tuhan, beri aku kesempatan. Aku menyesal. Ampuni aku, Yaa Tuhan. Tolong jangan sekarang," raungnya sekuat tenaga.
Seseorang memukul pelan pipinya. Si gadis tersadar. Matanya basah, ia menangis dalam ketidaksadarannya. Lalu melihat sekelilingnya, ini masih dunia. Si gadis lalu menangis sesegukan. "Tuhan, aku masih hidup. Terima kasih atas karuniaMu," doanya. Kemudian ia mengingat kelalaiannya selama ini. Penyesalan yang amat dalam terasa di kalbunya yang gersang. "Tuhan, ampuni aku," lirihnya setiap waktu.
Tuhan Maha Baik.
Beberapa hari kemudian si gadis sembuh. Ia pulang ke rumah. Memulai hari-harinya yang baru seolah terlahir kembali. Ia menyadari hakikat dirinya sebagai seorang hamba. Dia bertaubat dengan taubat nasuha.
Dua malaikat bergembira. Hari-hari malaikat kanan sibuk mencatat. Sementara malaikat kiri berleha-leha sepanjang hari. Catatan malaikat kiri hanya sedikit saja. Terkadang, catatan itu terhapus oleh amal-amal shalih si gadis.
Hingga waktunya tiba. Kadar umur si gadis telah di penghujung. Dua malaikat kanan dan kiri pamit, Malik Maut menjemputnya, ditemani malaikat rahmat. Sebelum pergi, malaikat kanan menggelar layar lebar di hadapan si gadis. Rekaman amalannya, taubatnya yang diterima dan ampunan yang begitu besar dari Allah. Si gadis tersenyum bersyukur, sakitnya sakaratul maut menjadi lebih ringan rasanya.
Dan kini si gadis telah pergi. Dibawa oleh malaikat maut. Hanya tinggal tubuhnya yang kaku dan alunan ayat suci dari orang terdekat. Dua
malaikat pencatat kemudian terbang menuju suatu tempat paling di rindukannya.
Arasy dan Surga. Hidup damai dengan zikir yang tiada putus. Subhanallaah,
Walhamdulillaah, Walaa ilaaha illallaah, Wallaahu akbar!
The End