Senin, 30 Juni 2014

Spring in Sausan's Heart

“Sausan, tunggu!” seorang cowok tergopoh-gopoh mengejar Sausan sembari melambai-lambaikan sebuah buku. Sausan berbalik kea rah suara. Bukan seseorang yang kukenal, batinnya.
            “Ini, buku kamu ketinggalan di kantin kampus,” kata cowok itu. Sausan hanya tersenyum.
            “Terima kasih,” ungkap Sausan datar. Lalu menerima buku yang disodorkan cowok tersebut.
            “Nael. Aku Nael.”cowok itu memperkenalkan dirinya.
Sausan hanya bengong dan kemudian, tersenyum sedikit.
            “Makasih, Nael” ulang Sausan, masih bernada datar. Ia tidak pernah berada pada posisi seperti ini, makanya rasanya kikuk betul. Ia langsung berpaling dan meneruskan perjalanannya , meninggalkan si cowok yang terheran-heran dengan ekspresi datarnya.
            Ya, begitulah Sausan. Gadis yang terkenal dengan kejelekan rupanya di kampus. Seringkali ia mendapat julukan si hangus, muka datar, bahkan dorayaki. Itu karena bibirnya yang agak jontor ke depan. Meski ia sering bilang tidak apa-apa, sebenarnya dalam hati ia minder stadium akhir. Ia bahkan sudah memutuskan pindah kuliah karena tidak tahan. Yaa, ini untuk menyelamatkan batin yang selalu tersiksa, begitu alasannya.
            Hari ini sebenarnya hari terakhir Sausan menginjakkan kampus yang selama ini ia duduki. Merasa ia harus menikmati hari terakhir ini bagaimanapun juga, Sausan memilih menyeruput es the manis di kantin kampus sambil baca buku diarinya. Alamak, kayak tak ada buku lain saja. Yaa, mau bagaimana lagi, beginilah Sausan. Setelah tetes terakhir es tehnya ludes. Sausan beranjak dan meninggalkan kantin. Tanpa sadar, ia meninggalkan buku diarinya di atas meja. “Sausaan, don’t leave me alone!” teriak si diari. Sayangnya, hingga perjalanan seratus meter, tak ada hal yang menyadarkannya bahwa diarinya memanggil-manggil.
            Dan kini, diari itu kembali lagi ke tangannya, berkat Nael, cowok tadi itu. Sebenarnya ada hal yang aneh dari raut wajah Nael saat memperkenalkan namanya tadi. Hanya saja, Sausan terlalu polos untuk memaknainya.
            Beberapa minggu kemudian.
            “Telelelelelelelelelelelelelelelet” jerit hape “Noxia” jadul punya Sausan. Sausan yang sedang berada di dapur melarikan diri dari penggorengan untuk meraih hapenya.
            “Assalamu’alaikum, halo?” sapa Sausan ramah. Ya, Sausan selalu begitu jika mengangkat telepon.  
            “Wa’alaikum salam. Ini Sausan?” sahut sebuah suara. Cowok. Sausan jadi bergidik. Siapa lagi ini? Pasalnya akhir-akhir ini ada cowok  yang telpon maksain Sausan mengakui namanya Yuli. Ahay! Aneh-aneh banget orang jaman sekarang.
            “Ya, ini siapa?” gaya bicara datar Sausan jadi kumat.
            “Ini Nael. Masih ingat?” seru si cowok semangat.
            Sausan terdiam karena berpikir sejenak.
            “Oh, Nael. Ada apa, ‘El?” tanggap Sausan, masih dengan gaya robot menjawab telepon. ‘El, nama panggilan yang baru dibuatnya itu ngak jelas, sembarangan banget. Begitulah Sausan.
            “Idih, jangan sembarangan bikin nama panggilan untuk orang. Nael itu sudah singkat, jangan disingkatin lagi, dunk!” protes Nael.
            “Oh, sorry. Ada apa, Nael? Cepetan bilang, kalo ngak pisgor aku ntar angus,” seruduk Sausan kurang nyambung.
            “Kamu kemana sih? Kok ngak kelihatan di kampus?” tanya Nael dengan nada serius.
            “Aku pindah kampus,” jawab Sausan cuek.
            “Kenapa pin…. Tut tut tut… Sausan sudah tau pertanyaannya apa, ia langsung memutuskan teleponnya. Mendiamkan hapenya dan kembali ke dapur. Sausan  menghela napas. Pisang gorengnya jadi  seperti perasaannya saat ditanya kenapa ia pindah kampus. Hangus.
            Hari berganti hari. Siang berganti malam. Rupanya Nael tak pernah absen menelpon Sausan. Sausan jadi risih. Dia menduga aka nada sesuatu yang tak beres dengan cowok ini. Ia memutuskan untuk tidak mengangkat telpon Nael lagi.
            Suatu hari datang sms.
            “Sausan, maukah kamu jadi kekasih halalku?” from Nael.
            Gila ini orang, teriak Sausan dalam hati. Belum-belum sudah pakai nembak orang, ngak tanggung-tangung pula. Kekasih halal bok, itu sampai mati. Sausan hendak menolak.
            “Aku jelek, nanti kamu nyesal,”  sent Sausan.
            “Kamu memang jelek, aku sudah pertimbangkan itu, aku yakin aku ngak bakalan nyesal” balas Nael.
            Disebut memang jelek, Sausan jadi merah kuping. Ini orang mau diterima apa ditolak sih?
            “Datang ke orang tua kalo berani,” balas Sausan lagi. Biar tau rasa ni orang.
            Esoknya, Sausan ditelpon bapaknya.
            “Noeng, di ruang tamu ada pemuda. Katanya dia mau lamar kamu. 17 mayam diberikan tunai. Kamu bersedia?” cerocos bapak tanpa a i u, ba bi bu, ta ti tu dst. Sausan pingsan di tempat.
            Singkat cerita, akhirnya mereka menikah di bulan Ramadhan, 7 hari setelah proses lamar melamar. Tidak ada cinta di hati Sausan, ia hanya mengikuti perintah orang tua dan sunnah rasul.
            Tibalah masa Nael pulang ke rumah Sausan. Sausan kaget saat masuk kamar. Ada maling, begitu ia hendak teriak. Tapi kemudian ia teringat, itu suaminya. Hatinya jadi campur aduk.
            Nael menariknya ke sisinya. Ia menurut, tapi pandangannya diarahkan ke sudut kamar.
            “ Kenapa?” akhirnya Sausan bersuara. “Kenapa kamu mau menikah denganku?” kali ini lebih tegas. Nael menghela napas, lalu tersenyum.
            “Kamu masih ingat dengan kata-kata ini ngak? ‘Aku akan menuruti apa saja kemauan orang yang mau menjadi imamku, walauku sadar, mungkin aku tidak akan bisa menjadi makmum dari imam manapun, karena kekuranganku’ “ Nael membuka penjelasannya.  Sausan terkejut. Itu adalah bagian tulisan diarinya. Mukanya memerah.
            “Sembarangan kamu, buka diari orang.” tanggap Sausan, dengan dongkol luar biasa.
            “Aku tidak sengaja. Aku menemukan diarimu dalam keadaan terbuka dan langsung terbaca begitu saja.  Walaupun gitu, aku berhak, kan? Kamu akan menuruti apa saja kemauanku?” lanjut Nael tanpa peduli.
            “Ya, betul. Kamu berhak,” gumam Sausan.
            “Sebenarnya hanya ada satu permintaan,” ungkap Nael. Sausan menunduk. Nael mengangkat dua tangannya meraih wajah Sausan. Kini mereka berhadapan.
            “Lupakan semua kekuranganmu, kamu itu sempurna, dan berikan saja cinta itu untukku,” ujar Nael lembut. Sausan luluh. Nael telah membaca bagian terpenting dari diarinya. Dan Nael cukup memahami maknanya. Air mata Sausan meleleh, terburai tak berhenti, tumpah ruah.
            “Aku akan melakukannya, aku janji,”
            Dan kini, musim semi abadi melanda hati Sausan. Mereka berdua lalu berpelukan. Indah.


Lampoh U, 2 Ramadhan 1435 H 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Orang bijak tinggalkan jejak :)

Masukan dan kritikan yang baik dan membangun sangat ana harapkan dari Anda. Silakan di koment ^_^